Tugasnya adalah
mengedit tulisan. Di tempat saya bekerja itu, sama seperti halnya media-media
online lainnya, berprinsip pada kecepatan. Soal ketepatan dan kedalaman berita
itu cerita lain, diurutkan ke seribu. Akibatnya, banyak sekali tugas pengeditan
yang saya hadapi setiap hari.
Bila pewarta atau
asisten redaksinya itu paham bahasa atau paling tidak sadar bahasa, pastilah
tugas pengeditan yang saya hadapi sedikit. Saya tidak mempersoalkan penumpukan
tugas tersebut, melainkan ketepatan berita dan kecerdasan berita.
Cara kerja media online
itu berbeda dengan cara kerja media cetak. Selain itu, berbeda pula hasil kerja
media online dibandingkan dengan media cetak. Media cetak lebih luang, sehingga
waktu untuk menghadapi serta menganalisis berita lebih dalam. Orang-orangnya,
pun wartawannya, dalam pengalaman saya –dibandingkan dengan tempat saya bekerja
dulu, Mimbar Politik (majalah politik yang naik turun dalam pengelolaan
perusahaannya)- para wartawan juga keredaksian media cetak itu lebih cerdas dan
lebih kritis. Karena, mereka memiliki waktu luang untuk berdiskusi, sementara
di media online tidak. Bayangkan saja, di media online itu ditargetkan, menurut
rekan wartawan saya, sehari harus menulis 10 berita. Saya jadi ingat pendapat,
bahwa orang yang berpikiran besar akan menghasilkan karya yang besar. Sama halnya
seperti itu, bahwa wartawan yang cerdas akan menghasilkan karya (tulisan) yang
cerdas pula.
Pasti terbayangkan? Kesulitan
bagi saya adalah, bila saya tidak memahami topik dan tidak memahami alur
pemberitaan, ujung-ujungnya saya harus berkutat pada pendalaman topik berita
lebih dahulu barulah saya ‘berani’ mengeditnya. Kalau tidak begitu, yang
terjadi adalah salahkaprah pengeditan alias sok tahu.
Misalnya, di kanal
budaya. Kalau saya tidak mendalami ilmu budaya dan tidak mendalami topik yang
diangkat di dalam teks berita, buat apa saya mengedit? Pengeditan bukan semata
mengedit teks, melainkan pengeditan yang lebih kompleks agar pembaca dapat
memahami berita dengan baik. Pengeditan yang baik itu tidak melulu pengeditan
tahap teks saja, tetapi juga pengeditan alur, logika wacana, dan penyesuaian
makna (antara validitas berita dengan teks itu sendiri). Termasuklah pengeditan
kanal budaya tadi, yang tidak melulu mengedit teks semata, tetapi saya harus
paham kejian budaya, budaya praktis, dan sebagainya perihal budaya.
Begitulah, paparan
sedikit tentang rupa kerja saya di media online. Semoga bermanfaat bagi calon
pekerja media online, khususnya editor media online.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.