DENDAM
Ternyata semut itu punya daya yang luar biasa dalam hal ingatan. Mereka mengingat tidak melalui jaringan sel saraf seperti saraf-saraf kepala kita, melainkan melalui penciuman yang kuat. Indera itu untuk mengetahui zat-zat kimia yang ada di luar tubuh mereka sendiri.
Ada sebuah penelitian terkait indera semut itu. Pihak University of Melbourne, Australia, meneliti semut, dengan terkait indera tersebut. Penelitiannya menyatakan bahwa semut tidak akan lupa bau musuhnya. Bukan berarti semut itu pendendam, punya hasrat menghancurkan musuh. Semut, seperti yang kita ketahui, kadang ‘menggigit’ tangan atau bagian tubuh manusia hanya sebatas perlindungan diri mereka.
Dendam itu bagian dari sifat destruktif manusia. Ada hasrat untuk menghancurkan lawan. Bisa saja dilakukan dengan cara perencanaan terlebih dahulu, atau langsung (tanpa perencanaan). Tidak ada dendam tanpa rasa sakit –si pendendam- terlebih dahulu. Mari kita ‘jalan-jalan’ menengok dendam.
Law Abiding Citizen, sebuah film yang memakai plot ‘dendam’, cukuplah bagi saya menunjukkan sedikit banyakknya bagaimana manusia itu mampu menjalanni kehidupannya seumur hidup dengan menyimpan dendam. Di film itu, melalui tokoh utamanya, Clyde Alexander Sheldon, cerita berkembang dimulai dari dendam. Kemudian, selama sepuluh tahun menyimpan dendam, dimulailah cara atau strategi (Clyde) menjalankan misi balas dendam. Sepuluh tahun itu waktu yang lumayan lama.
Selain itu, ada sebuh novel dari Alexandre Dumas –seorang penulis terkenal dari Prancis dan dikenal sebagai aktivis Republiken- berjudul The Count of Monte Cristo (dialihbahasakan ke bahasa Indonesia menjadi Monte Cristo) yang berkisah dendam. Saya ingat pula film The Sawshank Redemption yang juga menyinggung persoalan dendam, meski dalam cerita dendam bukanlah plot utama.
Dari ketiga contoh di atas, masing-masing melalui tokoh Clyde, Edmon Dantes (tokoh dalam Monte Cristo), dan Andy (tokoh dalam The Sawshank Redemption) menunjukkan bahwa dendam dapat menggerakkan segala tubuh untuk berbuat apa yang direncanakan dalam mencapai cita-cita balas dendam. Tidak dibatasi oleh waktu, karena dendam dapat menembus waktu, selama itu didukung oleh organ tubuh. Tidak dibatasi oleh materi, bahkan boleh dikatakan, tembok Cina sekalipun dapat diruntuhkan demi balas dendam jika itu syarat utamanya. Maka wajar bila Clyde mampu menunggu waktu selama sepuluh tahun untuk merencanakan balas dendamnya, wajar pula Edmon Dantes perlahan-lahan membangun siasat balas dendam –entah mengapa kisah dendam Edmon Dantes sedikit mirip rentang waktu perencanaannya dengan film Law Abiding Citizen- terhadap relasi yang menjebloskannya ke penjara, juga dendam Andy ketika telah dikhianati di dalam persidangan oleh sipir penjara.
Pernahkah kita berpikir ‘tidak ada manusia yang tidak punya dendam’. Dendam itu seperti pola balas jasa. Hanya saja, dendam berwujud buruk atau merugikan orang lain. Ya, mirip-mirip ucapan terima kasih. Mungkin dendam ada pada setiap manusia. Paling tidak, sempat ada di dalam pikiran, sebelum dendam terealisasi.
Bisa saja dendam hanya ada di dalam pikiran. Belum terealisasi atau diwujudkan ke dalam bentuk agresi (serangan individu). Karena itu, saya menyebutkan, bahwa dendam ada pada setiap insan manusia. Hanya saja, perlu diketahui pula mana dendam yang tujuannya (agak) baik dan mana dendam yang tujuannya mutlak tidak baik.
Dendam baik itu kadang terpikirkan. Bagaimana caranya mewujudkan rasa sakit yang ‘diberikan’ oleh orang lain dapat dirasakan si pemberi itu agar si pemberi merasakan sendiri rasa sakit tersebut sehingga si pemberi tidak lagi memberikan rasa sakit kepada siapapun (jera). Dalam hal inilah saya menyebut dendam pun kadang ada baiknya. Meski, pada umumnya dendam merupakan sifat manusia yang tidak baik bagi orang lain. Dendam seperti inilah yang ditunjukkan oleh Clyde dalam mencapai cita-cita mulianya kepada publik hukum.
Sulit meniadakan dendam. Apalagi menghilangkan sifat dendam, karena terkait dengan pengalaman tersakiti yang telah terekam di dalam pikiran. Memaafkan saja tidak cukup. Ia akan ada di dalam pikiran selama masih teringat ‘jejak rekam’ pengalaman sakit tersebut. Syarat tidak dendam ialah: tidak mengingat pengalaman sakit itu dan memaafkan.
Akhir kata, saya catut pernyataan Albert Einstein –tokoh dunia yang saya kagumi, karena kepiawaiannya dalam bidang ilmu alam (fisika) dengan tidak melupakan sifat-sifat kemanusiawian- yang menyatakan bahwa lebih mudah kita mengubah zat kimia ketimbang mengubah sifat jahat manusia. Semut saja tidak pendendam, mengapa manusia melebihi sifat semut yang harus menyimpan dendam sampai melekat karat di pikiran? Mengapa perilaku dendam masih menyelimuti bangsa ini lewat adu drama ‘kasus Nazaruddin Cs’ kalau toh tujuannya demi kepuasan hasrat pribadi semata?
(tulisan ini untuk kolom majalah elektronik Narodnik)
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.