ARTIKEL PINTASAN

Tuesday, April 12, 2011

Hegemoni Media





Singkat cerita, saya menemui sebuah media remaja di ruang kamar teman saya. Media tersebut berjenis media cetak yang kita kenal dengan istilah majalah. Spesifikasi usia media yang saya temui tersebut khusus untuk remaja.
Sekilas memang menarik membaca majalah-majalah seperti itu. penuh warna-warni yang menandakan keceriaan. Fokus fotonya pun didominasi dengan fokus-fokus keceriaan manusia. apalagi objek fotonya, kebanyakan perempuan yang memberikan citra-citra cantik seksi.
Bila saya prediksi, mungkin 95% foto-foto di dalam majalah tersebut adalah artis (industrialisasi publik figur). Dan, artis-artisnya pun didominasi oleh artis-artis luar negeri.
Dari segi foto, fokusnya ada pada ranah-ranah domestik seseorang, misalnya wajah, perut, dan bagian pinggul. Ranah-ranah inilah yang sering menjadi entitas dan identitas seseorang, sehingga masuknya varian komoditas ke ranah tersebut akan berpengaruh besar terhadap gaya hidup. Salah satu contoh, orang-orang Jamaika dahulu memakai rantai di saku yang dihubungkan dengan dompet bertujuan untuk solidaritas bagi teman-teman mereka yang dipenjara karena dianggap melanggar aturan-aturan tertentu. Tapi kini kita sering melihat orang-orang di sekitar kita menggunakan rantai seperti itu hanya sebagai lifestyle. Begitu pula halnya dengan sepatu hag tinggi (menurut penceritaan salah seorang teman), yang dulu digunakan untuk menghindari kotoran-kotoran manusia yang tersebar di jalanan.
Kecantikan, kebersihan, dan sensualitas adalah tiga aspek yang sering dieksplorasi dalam media. Kecantikan dengan warna kulit yang putih sering mendominasi. Kalau kita perhatikan seksama, perempuan-perempuan dalam iklan sering dimunculkan dengan tubuh langsing, kulit dasar putih, dan rambut ikal. Sedangkan laki-laki, ikon-ikon iklan ditampilkan dengan sedikit jenggot dan sedikit kumis. Inilah tren kecantikan dan ketampanan saat ini yang sedang berlangsung di dalam iklan-iklan, khususnya iklan televisi. Juga dengan sedikit formula sensualitas dalam perempuan ikon untuk menampilkan kecantikan tersebut, misalnya rok yang agak seksi.
Bentuk-bentuk iklan tersebut kemudian menjadi, apa yang disebut Baudrillard, dengan “kode” dalam eksploitasi masyarakat konsumerisme. Konsumsi barang tertentu tidak lagi didasari atas dasar fungsi dan kesesuaian diri (juga tidak mengacu pada kebutuhan semata), melainkan pada nilai-nilai status sosial. Contohnya, seseorang memilih membeli pakaian merek Billabong daripada merek Dagadu demi meningkatkan status sosialnya atas penggunaan pakaian tersebut di lingkungan sosialnya.
Implementasinya, dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat orang-orang di lingkungan sekitar dengan gaya ala model dan komoditas-komoditas yang dipakai bermerek tinggi. Selain mendapatkan status sosial, citra-citra diri pun muncul dengan sendirinya oleh orang-orang yang memandangnya. Salah satu contoh, saya melihat seorang perempuan dengan keindahannya dan keceriaannya, tiba-tiba seorang teman di sebelah saya menggerutu dengan berkata pelan “gayanya”. Waktu itu perempuan yang saya pandang tidak macth seperti model-model biasanya. Contoh ini, khususnya teman saya tadi, telah terhegemoni oleh media-media iklan yang muncul melalui berbagai bentuk, diantaranya iklan cetak, iklan elektronik, spanduk, dll. Padahal, kecantikan itu memiliki persepsi masing-masing. Begitu pula mestinya perempuan dan laki-laki, mendefinisikan cantik dan tampan sesuai dirinya masing-masing.
Dari uraian di atas, saya kira kita mesti mendiamkan iklan-iklan itu sebagai langkah sederhana dan langkah awal memusnahkan nilai-nilai komoditas yang ditawarkan oleh iklan. Toh bila kita diamkan atau cuek bebek saja komoditas-komoditas dalam iklan itu menjadi tidak bernilai. Mematikan televisi atau membuang majalah-majalah iklan itu pun bisa menjadi suatu solusi, selain solusi-solusi besar yang perlu ditinjau lagi.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes