ARTIKEL PINTASAN

Friday, April 29, 2011

Es Lilin



Es Lilin
Pada 21 April 2011 kemarin saya mengikuti sebuah diskusi dengan topik pembahasan yang cukup menarik. Diskusi formal itu membahas suatu buku yang berjudul “Ning”, sebuah kisah nyata dari kehidupan nyata seorang penari bernama Niken. Penulis buku itu ternyata adalah alumni sastra Indonesia Unpad, tempat kuliah saya.
Di dalam diskusi itulah saya mendapati suatu fakta menarik yang ditunjukkan oleh Endo (bekas dosen USU), salah seorang pembicara. Disampaikan Endo melalui file yang disimpannya, berupa musik, ternyata musik dan lagu “es lilin” yang selama ini cukup dikenal oleh masyarakat telah muncul sejak tahun 1930-an. Musik dan lagu itu berupa musik etnik Sunda. Judulnya “es kotak”. Fakta ini menarik, bahwa “es lilin” bukanlah suatu musik yang berjenis etnik yang tergolong sebagai musik orisinil. Berbicara es lilin saya jadi ingat masa-masa kecil dahulu. Saya menjual es lilin ke daerah perumahan yang cukup ramai demi mendapatkan uang jajan lebih. Ya, dengan menjajakan es lilin saya bisa mendapatkan uang jajan lebih untuk membeli mainan seperti kelereng dan karet gelang. Tanpa menjual es lilin, saya tidak diizinkan oleh orang tua membeli mainan. Waktu itu uang jajan saya ke sekolah hanya seratus rupiah perhari. Apa yang didapat dengan seratus rupiah? Jawabnya, hanya dua bungkus kerupuk. Jika saya ketahuan membeli uang jajan yang seratus rupiah itu dengan membeli kelereng atau karet gelang saya akan dihukum. Hukumannya adalah tidak diberi uang jajan selama sehari maupun dua hari.
Kembali ke topik utama, kita lupakan sejenak perihal penjualan es lilin tadi. Kesamaan musik “es lilin” dengan “es kotak” mengindikasikan bahwa bangsa kita bukanlah bangsa yang peduli dengan hak cipta. Sebab konteks zaman itu dengan zaman sekarang jauh berbeda. Dahulu masyarakat kita masih terikat hubungan erat masyarakat (sosial), tapi sekarang? Masyarakat kita bisa disebut sebagai masyarakat individual. Sistem ekonomi yang universal (neoliberalisme atas kapitalisme) memberikan dampak perubahan yang besar dan radikal bagi kehidupan masyarakat kita. Sehingga, wajar bila isu hak cipta merasuk ke otot-otot pikiran masyarakat kita saat ini. Plagiatisme pun bergeming di mana-mana sesuai arus informasi yang mengglobal. Oleh karena itu, apakah kedua musik dan lagu tadi bisa kita katakan sebagai barang plagiat?

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes