ARTIKEL PINTASAN

Monday, June 21, 2010

Iklan itu Fiksi

ilustrasi periklanan (blogspot)
Suatu malam, tepat malam pembukaan tontonan yang diklaim oleh beberapa orang mengenai sepak bola Piala Dunia paling ditunggu-tunggu sejagat raya (apakah seorang nenek di desa terpencil Cianjur menunggu-nunggu tontonan itu?), saya menyaksikan sebuah iklan di sela-sela masa jeda tontonan bola, ketika itu pertandingan Afrika Selatan VS Meksiko. Dia (teman saya) tertawa menyaksikan kekonyolan adegan dalam tayangan iklan, seorang anak berdiri di depan gawang lalu muncul bapaknya menendang bola namun terjatuh hingga tendangannya tidak sempurna (meleset). Proses kejatuhan bapak itu terlihat konyol karena tidak terlihat pasti ada penyebab jatuhnya. Selain itu, ada kekonyolan lain, yakni bola melambung yang tidak begitu keras menyambar vas bunga yang dibenahi nenek si anak tersebut (penjaga gawang). Terakhir, ayah dan neneknya telah memegang sebuah obat dengan kondisi fisik telah sembuh (pulih), padahal masih menggunakan pakaian yang sama ketika keseleo terjadi.

Dulu, ketika saya masih belia, ibu sering menonton televisi bersama saya. Di saat fase-fase iklan ibu saya sering berkomentar “makanya beli sampo itu biar rambutnya melayang-layang kayak sutera”, atau “beli susu itu aja biar cepat tinngi, cepat pintar lagi.” Komentar-komntar ibu saya selalu mengakui tetapi menyinggung kebenaran dalam tayangan iklan.

Bukan hanya kedua pengalaman itu saja tentang penonton yang responsif terhadap penayangan iklan-iklan di TV. Saya yakin di banyak tempat orang-orang lain pun mengalami hal yang hampir sama. Iklan merupakan sebuah media penyampaian kepentingan tertentu yang mengakibatkan orang lain bodoh, khususnya adalah iklan-iklan produk.

***

Rekaan dari fakta adalah ciri umum dari suatu pengertian fiksi. Fiksi dan fakta dua hal yang berbeda, meski kadang orang-orang menggunakan istilah “fiksi itu fakta juga kan?” atau “dunia ini fiksi.” Fiksi merupakan bentuk imitasi dari kenyataan. Di dalamnya terdapat unsur-unsur yang disesuaikan oleh pencipta fiksi tersebut. Secara umum, fiksi dibentuk sesuai pandangan di penciptanya sebagai medium ide-ide dan gagasan.

Fakta, Pencipta, dan Kepentingan merupakan bagian dari elemen-elemen terprnting dalam pembentuk fiksi. Pada banyaknya elemen fiksi tersebut, fakta sebagai posisi utama yang harus diperhatikan sebab inilah landasan yang jelas sebagai pembeda antara fiksi dan fakta. Sedangkan Pencipta menjadi bagian terpenting dalam mengembangkan kepentingan-kepentingan, baik kepentingan berupa ide/gagasan, kepentingan politik dan ekonomi. Bukan tidak mungkin bila seorang penulis karya besar menciptakan karya fiksi sebagai idealisasi terhadap “umum.”

Bila kita melihat iklan-iklan di berbagai media, khususnya media televisi, hanya mengutamakan sasaran “target jual.” Media ini yang seiring dengan perkembangan teknologi. Apapun yang terjadi mereka (pencipta iklan sebagai fiksi) lakukan melalui iming-iming kecanggihan teknologi demi pandangan yang seolah-olah tidak paradoks. Tujuan utamanya adalah memperbesar target pasar dan meyakinkan pasar.

Mereka melakukan pembodohan massa karena tidak menjabarkan fakta-fakta. Bagaimana mungkin mereka menjabarkan fakta kalau orientasi iklan hanya “pasar” dan “modal tayang sekecil-kecilnya, untung sebesar-besarnya.” Tidak sedikit biaya dan waktu untuk penjabaran suatu fakta, misalnya adalah rambut. Penjabaran tentang rambut, hubungannya dengan sinar matahari, iklim, cuaca, dan pakaian-pakaian yang sering menyentuh rambut, hal-hal ini yang tidak sedikit membutuhkan dana besar untuk penayangan di televisi. Karena mereka (pelaku kepentingan-keuntungan) tidak ingin rugi dalam sistem jual beli, atau dengan cara “untung sementara tapi menghasilkan keuntungan yang propektif dalam jangka panjang.” Akibatnya pun, penjabaran fakta tidak pernah terjadi.

Pada iklan-iklan disampaikan pesan-pesan yang relatif sama. Di dalamnya (iklan produk) hanya mengandung makna “BELILAH INI! BELILAH PRODUK KAMI”, “MARI DATANGI KAMI.” Berbagai formulasi teknologi, formulasi kata-kata persuasif, dan gerak-gerik tubuh tokoh dalam tayangan iklan bertendensi pada makna tersebut. kecanggihan-kecanggihan teknologi misalnya, belakangan ini sering digunakan untuk memaparkan “seolah-olah” produk mereka pun canggih. Formulasi kata, baik yang dilakukan oleh narator atau verbal oleh tokoh dalam tayangan iklan hanya berbentuk persuasif yang telah sistematis (pemaparan problem atau masalah lalu pemaparan keunggulan produk hingga berakhir pada kata-kata persuasifitas yang bermakna “belilah produk ini, produk kami”). Semuanya ini mereka padukan ke dalam suatu bentuk fiksi yang elegan, modern, dan canggih demi meyakinkan “pasar.”

Iklan adalah salah satu fiksi yang berakibat membodohkan massal. Jenis fiksi ini sudah banyak diikuti oleh massa sebagai salah satu tontonan yang menghibur tetapi mengandung bentuk pembodohan. Bila jenis fiksi ini terus dibiarkan, maka akan mengembangkan konotasi buruk bagi jenis-jenis fiksi lainnya, seperti fiksi-fiksi karya sastra.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes