ARTIKEL PINTASAN

Saturday, December 20, 2008

Bahasa Teknologi merupakan Ancaman bagi Bahasa Indonesia


Ketika saya membaca sebuah buku hasil perbincangan Pram (Saya Terbakar Amarah Sendiri!), saya mengarah pada pemakaian bahasa teknologi. Menurut Pram, bahasa Indonesia saat ini tidak memiliki karakter dengan adanya pengadopsian bahasa yang sering dipergunakan. Jika merujuk dari pendapat Pram tersebut, bahasa teknologi salah satunya. Sebuah bahasa yang tidak mengindentitaskan Indonesia.

Bahasa teknologi harus kita waspadai, sebab bahasa tersebut merupakan salah satu ancaman terbesar dalam tataran bahasa Indonesia. Kalau bahasa teknologi selalu dilepaskan seperti saat ini, kemungkinan terbesar beberapa puluh tahun kedepan bahasa Indonesia akan mengalami krisis bahasa.

Kekhawatiran saya tidak hanya pada kemusnahan bahasa Indonesia, tetapi juga pada budaya-budaya yang akan ditimbulkan. Seperti menurut para ahli, bahwa bahasa, budaya dan sastra meruapakan satu kesatuan yang tidak terlepaskan. Kehilangan bahasa berarti budaya akan mengikuti pula. Dan, sastra Indonesia akan mengalami ambang kemusnahan. Budaya-budaya yang timbul kelak merupakan budaya-budaya konsumtif. Karena memang jelas, teknologi di Indonesia belum mampu disetarakan dengan teknologi dengan negara-negara maju. Artinya, bangsa Indonesia hanya mampu menjadi sebuah negara tujuan konsumsi.

Seorang teman saya pernah mempermainkan kata kopi dengan copy. Saya mengatakan “Kita ngopy di sana aja” Lalu dia mengatakan “Emang di sana boleh ngopi ya?” Padahal sudah jelas kata copy yang saya maksud adalah kopi, sebab pada saat itu kami memerlukan penggandaan tugas. Teman saya dengan santainya dan nada yang ringan justru bermaksud untuk minum kopi. Selain itu, ada kata mengetik dan menulis. Mengetik merupakan bentukan kata kerja. Maknanya adalah proses melakukan ketik. Sama juga halnya dengan menulis, sebuah kata yang bermakna proses menulis. Kerancuan akan timbul bila seorang pengetik tidak disebut dengan pengetik. Saat ini, di jaman yang serba canggih seorang penulis sudah sangat jarang kita temui melakukan pekerjaannya sesuai dengan penamaan profesinya. Seorang penulis dengan kecanggihan teknologi saat ini, menjalankan profesinya dengan komputer atau laptop. Mengapa masih saja penulis yang tidak melakukan menulis disebut dengan penulis? Padahal sudah jelas kata itu tidak relevan lagi dengan keadaan, seharusnya penggunaan kata tersebut harus sesuai dengan tindakannya. Penulis yang melakukan pekerjaannya dengan alat komputer atau laptop disebut dengan pengetik.

Ada juga penamaan-penamaan suatu alat teknologi tidak berubah dari bahasa asalnya. Di jaman internetisasi saat ini segalanya telah mengarah pada ketenaran bahasa teknologi tersebut. Seperti yang kita kenal dengan kata e-mail, spam, virus, shutdown, download, upload, browsing, login, logout, dan sebagainya. Padahal kata-kata tersebut sudah memiliki arti yang berupa bahasa Indonesia, misalnya e-mail artinya adalah surat elektronik. Jika suatu kata teknologi yang tidak memiliki padanan, bukan pilihan yang tepat kita mengambil kata tersebut tanpa ada proses peng-Indonesia-an. Proses tersebut bukan hanya pada pengucapan yang berbahasa Indonesia, tetapi masih banyak cara kita melakukan peng-Indonesia-an bahasa. Sekolah-sekolah di desa pun saat ini telah ikut melakukan internetisasi. Dengan ada hal itu, berarti sekolah-sekolah telah berperan dalam pemakaian bahasa yang berkaitan dengan internet. Tempat pendidikan bukan tempat yang selalu bersifat ikut-ikutan, melainkan tempat yang menjadi pembelajaran dan bukan belajar ikut-ikutan.

Seperti itulah teknologi merusak tataran bahasa Indonesia. Akibatnya komunikasi yang seharusnya berjalan lancar menjadi kacau, tempat pendidikan juga tidak menempatkan posisi pada esensinya, sehingga yang timbul adalah pembunuhan karakter. Seperti yang saya kemukakan diawal mengenai pendapat Pramoedya Ananta Toer. Bahasa Indonesia dan bahasa teknologi merupakan dua bagian yang belum saling mendukung.

Ada beberpa hal yang menjadi penyebab atas kekacauan bahasa Indonesia dalam penggunaan bahasa teknologi. Pertama, hilangnya satu-persatu Fakultas Sastra. Hal ini merupakan bagian yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Sebab, Fakultas Sastra merupakan tempat yang legal dan secara akademik dalam mengolah makna pada suatu kata. Hilangnya Fakultas Sastra berarti tempat pengolahan makna pada suatu kata telah hilang, sehingga menimbulkan kata-kata teknologi yang tidak sesuai dengan bahasa Indonesia tersebut semakin leluasa menempati posisinya di dalam tataran bahasa Indonesia. Kedua, internetisasi tanpa batas. Di media-media telah mengabarkan proses internetisasi memasuki sekolah-sekolah di berbagai daerah. Artinya, internet yang merupakan bagian dari kecanggihan teknologi, tidak ada lagi batasannya untuk merasuki ketatabahasaan Indonesia. Seperti yang telah saya utarakan di atas, internetisasi juga bagian teknologi yang mengancam karakter bahasa Indonesia. Ketiga, globalisasi. Adanya globalisasi memberikan ancaman yang besar terhadap khazanah dari berbagai aspek di Indonesia. Salah satunya adalah khazanah sastra Indonesia. Ketiga hal ini masih hal yang sangat besar pengaruhnya, ada banyak hal lainnya dari berbagai aspek yang menjadi penyebab tersebut.

Sampai saat ini, belum ada satu pun lembaga yang bersangkutan dalam hal ini untuk mempulikasikan akan adanya perumusan pemakaian bahasa teknologi yang sesuai dengan karakter bahasa Indonesia. Saya sangat berharap dalam waktu dekat akan ada sosialisasi atau pun publikasi tersebut, sehingga masyarakat dapat mempraktekkan langsung.

Bahasa teknologi yang secara terus menerus merasuki bahasa Indonesia sesuai dengan perkembangan teknologi itu adalah salah satu ancaman terbesar bagi bahasa Indonesia, dan khususnya karakter bahasa Indonesia. Pada suatu saat ke depan, bila perumusan dan sosialisasi telah dilakukan, maka bahasa Indonesia dapat sedikit terlepas dari ancaman kehancuran bahasa. Pernah saya membaca sebuah artikel, bahwa sekitar 50%-90% bahasa di dunia akan musnah dalam waktu seratus tahun ke depan. Apakah prediksi tersebut merupakan bahasa Indonesia salah satunya? Hal ini bisa benar jika bahasa teknologi yang ada pada saat ini tidak kita benahi, dan tanpa pembenahan maka kita telah ikut serta dalam proses monolingual yang diinginkan oleh pihak-pihak tertentu. Dengan membentuk karakter bahasa, berarti kita telah membangun sebuah pertahanan negara yang lebih hebatnya dari pertahanan militer.


Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes