ARTIKEL PINTASAN

Friday, August 22, 2008

peran Media dan Pemerintah terhadap Kekerasan


Kekerasan kembali terekspose, bukan kata yang tepat ‘kekerasan kembali terjadi’.Sistem di salah satu pendidikan perguruan tinggi telah di black list oleh masyarakat. Hal tersebut terjadi setelah merebaknya berita mengenai kematian salah satu siswa STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran).
Belum pulih ingatan masyarakat mengenai kekerasan yang dilakukan oleh Geng Nero di kota Pati. Kejadian pemukulan senior kepada junior itu pun bersambut alur cerita dengan kasus kekerasan antar Geng di kota yang sama (Pati). Ironisnya, realita tersebut dilakukan oleh kaum hawa yang terkenal dengan paradigma kelembutan.
Bila menghitung dari bulan Januari hingga Juni, telah banyak kasus kekerasan yang diekspose oleh media. Seperti kekerasan yang dilakukan oleh para mahasiswa UNAS dengan dalih isu kenaikan BBM. Sebagian masyarakat mengatakan hal yang dilakukan oleh mahasiswa UNAS tersebut tidak pantas, melihat mahasiswa merupakan individu yang berpendidikan, namun sebagian lagi berpendapat bahwa tindakan tersebut wajar bahkan terpuji, melihat mahasiswa UNAS melakukannya untuk membela kepentingan masyarakat kecil.
Kasus kekerasan UNAS berakhir dengan pembebasan mahasiswa-mahasiswa yang ditangkap karena diduga menjadi pemicu kerusuhan. Tetapi tindakan polisi yang over acting menangkap mahasiswa-mahasiswa yang berada di kampus UNAS saat kejadiaan sangat tidak terpuji, melihat secara fungsional polisi merupakan peredam kekerasan.
Saat-saat emosional masyarakat masih menggebu-gebu atas kenaikan harga BBM, media mengangkat berita kerusuhan yang dilakukan oleh sekelompok orang berjubah, kejahatan beratasnamakan agama. Pada saat itu, monas yang menjadi ciri khas ibu kota berperan sebagai saksi bisu tindakan kekerasan manusia beragama. Penyelidikan pihak kepolisian menemukan jendral lapangan serang monas tersebut adalah mantan pemimpin salah satu LSM yang intensif bergerak dibidang HAM. Secara ideologi, LSM yang dipimpin orang tersebut dengan basis masa yang dipimpinnya sangat jauh bertentangan. Kembali realitas kekerasan yang sangat disayangkan.
Pasca tragedi monas, rentetan tindakan kekerasan terus berlanjut, seperti prilaku Geng Nero dan Geng di kota yang sama dengan Nero. Rentetan tragedi tersebut dapat dikatakan telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Kontruksi-kontruksi media sangat berperan dalam membentuk pola pikir anak muda maupun anak kecil dibawah umur.
Tragedi-tragedi kekerasan tersebut mencerminkan negara ini merupakan negara non-hukum. Banyaknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi sampai saat ini belum menemukan klimaks yang memuaskan bagi penderita. Seperti kasus pembunuhan aktivis Munir, kasus Trisaksi dan Semanggi ’98, dan masih banyak lagi kasus-kasus pembiaran oleh pemerintah. Menurut J. Galtung, pembiaran merupakan kekerasan secara structural yang dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyat. Masalah ini diatur dalam kovenan Hak Azasi Manusia.
Ironisnya, pemerintah bermain dalam peng-eksplor-an isu dari suatu tragedi. Misalnya atas kematian mahasiswa Unas dalam beberapa waktu terakhir. Beberapa stasiun televisi swasta telah dikuasai oleh pemerintahan, yakni Metro TV dan TVOne (Saham Aburizal Bakrie) sehingga jelaslah bahwa isu-isu kematian mahasiswa Unas tersebut atas dasar campur tangan pemerintah, meski mereka tidak terjun langsung.
Rentetaan tindakan kekerasan yang terus menerus terjadi tidak dapat dilepaskan dari tangan pemerintah, meski bukan pelaku atau pun otak pelaku seharusnya menjadi penempatan peradilan yang pantas. Jika pemerintah tidak mampu menempatkan peradilan dari kasus-kasus tersebut, layakkah mereka berada dalam pemerintahan selanjutnya?
Tragedi-tragedi kekerasan memiliki dasar masalah sosial berupa ekonomi. Kemiskinan, pembodohan, penaikan harga-harga bahan pokok bahkan terakhir penaikan harga bahan bakar minyak memberikan tingkat laju stress semakin meningkat. Belum selesai memikirkan hal-hal pokok pekerjaan yang sangat sulit akibat sedikitnya lapangan pekerjaan, masyarakat kembali dihimpit masalah kenaikan harga BBM. Tingkat stress masyarakat yang semakin meningkat tersebut diaplikasikan melalui tindakan-tindakan anarkis maupun perilaku-perilaku yang abnormal (kerasukan roh) seperti yang telah dilakukan oleh Geng Nero, secara sosiologis tindakan pemudi tersebut merupakan implementasi dari diskontrol dari orang tua atau bahkan karena minat-minat mereka yang tidak tersalurkan. Kedua kausal tersebut juga terkait dengan masalah ekonomi saat ini.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes