ilustrasi, lukisan "another snap painting failure (dipublikasi oleh teachertomsblog.blogspot.com) |
Cerita Bijak "Kesempurnaan" - Budi mempunyai uang lima puluh
ribu. Ia tak punya uang lebih, karena gaji selama sebulan telah ia gunakan
untuk membayar utang dan kredit. Ia
harus membayar tagihan kredit motor sebesar tujuh ratus lima puluh ribu rupiah
setiap bulan. Ia harus membayar kredit rumah sebesar satu setengah juta setiap
bulan. Ia harus membayar tagihan asuransi sebesar tujuh ratus lima puluh ribu
rupiah setiap bulan. Ia harus membayar tagihan utang ketringan (nasi rantangan)
selama sebulan kemarin ke Mpok Sari sebesar satu juta dua ratus lima puluh ribu
rupiah. Sisa uang tinggal dua ratus lima puluh ribu rupiah. Sedang dua ratus
ribu lagi ia harus membayar tagihan listrik dan air, tinggallah lima puluh ribu
rupiah lagi uang Budi.
Gaji sebesar Rp4.500.000 sudah
habis, ludes. Ia pun harus berpikir memutar otak bagaimana bensin motornya
selama sebulan bisa terpenuhi. Satu lagi, ia harus memiliki kemeja baru untuk
kebutuhan ngantor.
Budi ke mall, mencari-cari kemeja
yang cocok. Di mall, ia mencari-cari kemeja yang ia suka. Ia melihat-lihat
warna yang ia sukai, putih atau biru langit. Dari sekian kemeja warna putih dan
biru langit, ia melihat-lihat banderol. Satu per satu ia temui kemeja yang
menurutnya pas, rata-rata kisaran harga Rp70.000 s.d Rp150.000.
“Dasar mall, jual baju mahal-mahal
amat,” Budi menggerutu. Lantas ia pergi ke pasar.
Tidak jauh seperti apa yang ia
lakukan di mall, mencari-cari warna dan model yang ia sukai. Satu per satu pula
ia tanyai harga ke penjaga toko yang ia datangi. Rata-rata kemeja yang ia sukai
berkisar harga Rp55.000 s.d Rp100.000.
“Pasar kok jual baju mahal-mahal
amat,” Budi kembali menggerutu, sembari keluar dari pasar. Lantas ia pergi ke
pasar pakaian loak (bekas).
Tak berbeda dengan mall dan
pasar, Budi mencari-cari tumpukan pakaian. Ia mencari kemeja putih dan biru.
Saat menemukan kemeja putih, ia bertanya kepada pedagang, “Bang, ini berapa
(sambil mengangkat kemeja yang ia maksud)?” Si pedagang menjawab, “Tiga puluh
ribu aja, gak kurang!”
Budi menggut-manggut, sembari
memperhatikan detail kemeja pilihannya. Dibolak-balik. “Loh, ada bercak ini di
bagian dalam belakangnya,” gerutu Budi.
Budi mencari-cari lagi kemeja
lainnya di tumpukan yang sama. Ia menemukan kemeja merek ternama, berwarna
biru. “Bang, kalau ini berapa?” tanya Budi kepada si pedagang. Si pedagang
menjawab, “Yang itu lima puluh ribu. Bisa kurang dikit.”
Sejenak Budi berpikir. Tak lama
kemudian ia menyahut ke pedagang, “Empat puluh ya, Bang?”
“Yaudah ambil,” jawab si
pedagang.
Budi kembali memperhatikan,
melihat detail kemeja biru pilihannya. Dari ujung lengan, ujung kerah, hingga
ujung pinggang kemeja. Ia juga memperhatikan bagian dalam. Sejenak ia lihat,
ternyata satu sisi jahitannya terdapat sobekan kecil. Ia kembalikan kemeja
tersebut ke tumpukan.
Karena tak kunjung menemukan apa
yang ia cari, Budi meninggalkan pasar loak. Sembari menggerutu, “Dasar pasar
loak, selalu aja ada kurangnya.”
Begitu tiba di rumah, Budi yang
masih lajang bergegas merebahkan tubuhnya di atas kasur. Di langit-langit rumah
pikirannya melekat erat. “Coba seandainya aku pilih tadi yang putih. Hm,
mungkin yang biru juga mantap. Kenapa gak aku ambil aja ya,” Budi bergumam di
dalam hati.
Jelang memejamkan mata, Budi
menyesali sikap memilih kesempurnaan di tengah keterbatasan diri. Semua telah
sia-sia, hingga ia sadar bahwa sikap memilih kesempurnaan hanya menyusahkan
dirinya. Apalagi sikap itu dibatasi oleh keterbatasan diri, sehingga ia tak
membawa sebiji pun kemeja.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.