Gestur Capres Debat Sesi II - Debat sesi kedua kemarin, Senin 16 Juni 2014, menghadirkan
banyak hal menarik. Kedua capres, meski menghadirkan formalisme debat kandidat
capres yang normatif, masing-masing menghadirkan simpati dan empati bagi
publik.
Calon presiden Joko Widodo (Jokowi) mampu mengatasi
pertanyaan-pertanyaan dari calon presiden Prabowo Subianto. Begitu pula
sebaliknya, Prabowo mampu mengatasi pertanyaan-pertanyaan dari Jokowi, meski
tampak tidak lancar. Jokowi menghadirkan sikap kesiapan debat dengan
menunjukkan kartu-kartu yang termasuk dalam rencana program kerjanya. Begitu
pula Prabowo, mampu menghadirkan data-data fantastis.
Tak kalah menarik ialah sikap dan gestur kedua capres.
Prabowo, setelah Jokowi memaparkan ekonomi kreatif, menyatakan bahwa ia sepakat
atas rencana Jokowi menyikapi ekonomi kreatif. Kala itu, Prabowo langsung
berdiri, menghampiri Jokowi, dan segera menyalam Jokowi. Bila memerhatikan
argumen Jokowi, Prabowo merapatkan kedua telapak tangannya dan sesekali menulis
serta sekadar membaca catatannya. Jari-jari tangannya selalu aktif di kala
kedua telapak tangan saling mengapit.
Sementara itu, Jokowi selalu menjaga sikap tubuhnya, yang
tampak kaku, saat mendengarkan argumen-argumen Prabowo. Ia berusaha duduk santun,
meluruskan sikap duduknya, dan matanya menjaga perhatian kepada sosok Prabowo.
Pemaknaan bahasa tubuh kedua capres tersebut tidak terlepas
dari pemaknaan identitas figur. Artinya, memaknai bahasa tubuh mereka berarti
menempatkan identitas mereka sebagai politis sejak awal pemaknaan. Apa pun yang
dilakukan dan digerakkan oleh kedua capres tersebut di panggung debat
semata-mata berdasarkan motif politis semata. Lebih fundamen lagi, meski mereka
adalah manusia (biasa), profesi atau latar keseharian keduanya menumbuhkan cara
pikir, motif, dan karakter mereka sendiri.
Salaman yang dilakukan Prabowo kepada Jokowi terkait paparan
ekonomi kreatif Jokowi adalah tindakan penarik daya publik. Prabowo ingin
menyampaikan pesan kepada publik bahwa dirinya merupakan sosok patriotis,
negarawan, dan rendah hati. Sikap patriotis ini memuat pesan bahwa Prabowo
mampu mengambil sikap-sikap pembela rakyat. Bahkan, Prabowo memaparkan, sebelum
debat ia dan timnya merancang tata cara perlawanan terhadap Jokowi. "Saya
diminta untuk menolak semua paparan Jokowi, tapi kali ini saya tidak setuju
dengan tim saya," kata Prabowo. Ucapan dramatis ini mengesankan, bahwa
Prabowo pun bisa bersikap melawan terhadap kubunya sendiri selama hal itu
berpihak pada rakyat.
Sementara di kubu seberang, Jokowi menunjukkan ketenangan
sikap. Melalui ketenangan saat mendengarkan paparan Prabowo itu, Jokowi
menyampaikan pesan ke publik bahwa dirinya mampu bersikap etis, cerdas, dan
berwawasan. Bola matanya yang kerap tertuju pada Prabowo menyiratkan etika
tersebut. Beberapa kali Jokowi menjabarkan tentang singkatan-singkatan, bahkan
dengan singkatan pula Jokowi menyerang Prabowo. Jokowi ingin menyiratkan bahwa
dirinya berwawasan, mampu menguasai persoalan, serta cerdas. Masyarakat
Indonesia didominasi paradigma, bahwa kecerdasan dan wawasan terlihat dari
model hafalan. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh Jokowi (dan timnya).
Apa pun pesan yang terbaca oleh publik atas debat kedua
capres tersebut, keduanya tetaplah seorang politisi. Masing-masing kubu punya
pengalman politik yang berbeda, sehingga bagaimana kita membaca gestur politis
mereka juga bergantung pada pengalaman politik keduanya. Jokowi mulai dikenal
sebagai politisi sejak ia menjabat wali kota solo, 2004. Sementara Prabowo
memulai karier politiknya dengan membangun jaringan militer. Namun perlu
digarisbawahi, Prabowo adalah seorang menantu dari politisi sekaligus presiden
kedua, Soeharto.
Bagaimana pun, di era pragmatisme sosial ini, kedua capres
adalah figur yang tengah mencari kekuasaan lewat kontestasi politik. Pragmatisme
adalah dasar berpikir untuk mengambil capaian tersebut. Kemasan ideologi yang
termuat di partai tak ubahnya kemasan produk-produk fastfood.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.