![]() |
Dampak kabut asap (Foto: Blogspot) |
Beberapa
hari yang lalu, saya mengantarkan istri ke dokter kandungan. Selain konsultasi
kondisi kandungan, saya ingin memastikan bagaimana bila istri saya memasuki
kawasan asap di Sumatera Utara.
Awal
pekan depan, saya dan istri berencana terbang dari Bandung, Jawa Barat, menuju
kampung halaman, Bandar Pasir Mandoge, Asahan, Sumatera Utara. Lantaran asap di
Sumatera Utara masih belum hilang, saya bertanya kepada dokter perihal
kesehatan istri saya beserta kandungannya. Dokter memang tidak melarang
berkunjung ke kawasan terkena asap, namun dokter tetap mewaspadai istri saya.
Catatannya, tidak terlalu lama berada di Sumatera Utara. “Kalau bisa,
secepatnya pulang lagi. Karena, asap tidak baik bagi kesehatan kandungan yang
masih berusia muda,” papar dokter tersebut.
Istri
saya hanya satu di antara sekian ibu hamil yang mengkhawatirkan kesehatan
kandungannya ketika berada di kawasan berasap. Berdasarkan data BKKBN, jumlah
ibu hamil di Sumatera Utara setiap tahunnya sejak 2011 mencapai 300 ribu lebih.
Jumlah ini berdasarkan segala bentuk serta usia kehamilan.
Dokter
mengatakan, kandungan asap beracun, sehingga berbahaya bagi pertumbuhan janin
apabila racun bisa menembus ke dalam tubuh sang ibu. Saya bukan dokter, tetapi
saya memahami bagaimana risiko 300 ribu lebih calon penduduk Sumatera Utara
terkontaminasi racun asap.
Secara
sederhana, racun asap yang terhirup ibu hamil akan berdampak bagi perkembangan
janin. Dampak buruknya, yakni bayi menjadi pesakitan atau kematian. Dalam
sebuah artikelnya di laman online, terbit bulan lalu, September 2015, dr.
Syamsul Bahri Riva’I mengingatkan bahwa racun asap dapat menyebabkan kematian
janin. Menurutnya, racun akan mengganggu plasenta janin apabila mampu menembus
tubuh sang ibu. Kemudian sirkulasi oksigen janin juga terganggu. Selanjutnya,
dampak fatal itu bisa saja terjadi bagi sang janin.
“Diantara
racun yang berbahaya yang terhirup oleh kita saat ini adalah nitrosamine, tar, formaldehid, karbon
monoksida, ammonia, logam, seperti cadmium, dichlorodiphenyltrichloroethane
(DDT), polonium radio-aktif, hidrogen sianida, dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs).
Zat ini dapat menyebabkan mutasi DNA dan kematian sel (apoptosis) yang
berakibat terjadinya kanker, diantaranya kanker ovarium, serviks, payudara pada
wanita,” demikian paparan dr. Syamsul.
Selain
risiko terburuk tersebut, bila janin telah menjadi bayi dan terkontaminasi
racun asap, sangat memungkinkan sang bayi terlahir prematur atau bahkan cacat.
Risiko ini jauh lebih besar ketimbang risiko fatal tadi, karena bergantung
kadar racun yang masuk. Risiko juga disebabkan tingkat Indeks Standar
Pencemaran Udara (ISPU).
Dengan
demikian, 300 ribu calon bayi yang terlahir di Sumatera Utara berpotensi
mengalami gangguan. Sebagian di antaranya bahkan berpotensi terserang gangguan
kesehatan. Tentu dapat dibayangkan bila 10 persennya terlahir dengan kondisi
tidak normal. Artinya, penduduk Sumatera Utara dengan kelainan kesehatan akan
semain tinggi.
Tanpa
melapaskan faktor diri sendiri, saya memahami besar faktor yang ditimbulkan
akibat kebijakan pemerintah terhadap asap. Persebaran asap dari Riau hingga
Sumatera Utara bukan terjadi begitu saja alias “fenomena” yang berdiri sendiri.
Kebakaran, ekonomi politik, dan kekuasaan merupakan tiga aspek penting yang
secara tidak langsung menyebabkan keberadaan asap. Akibatnya, masyarakat
terkena imbasnya. Begitulah, saya memahami, bagaimana perkembangan janin di
dalam tubuh istri saya tidak berdiri sendiri. Janin tumbuh dengan faktor-faktor
lainnya.
16 Oktober 2015
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.