ARTIKEL PINTASAN

Tuesday, October 27, 2015

Ibu Hamil, Asap, dan Sumut

Dampak kabut asap (Foto: Blogspot)

Beberapa hari yang lalu, saya mengantarkan istri ke dokter kandungan. Selain konsultasi kondisi kandungan, saya ingin memastikan bagaimana bila istri saya memasuki kawasan asap di Sumatera Utara.
Awal pekan depan, saya dan istri berencana terbang dari Bandung, Jawa Barat, menuju kampung halaman, Bandar Pasir Mandoge, Asahan, Sumatera Utara. Lantaran asap di Sumatera Utara masih belum hilang, saya bertanya kepada dokter perihal kesehatan istri saya beserta kandungannya. Dokter memang tidak melarang berkunjung ke kawasan terkena asap, namun dokter tetap mewaspadai istri saya. Catatannya, tidak terlalu lama berada di Sumatera Utara. “Kalau bisa, secepatnya pulang lagi. Karena, asap tidak baik bagi kesehatan kandungan yang masih berusia muda,” papar dokter tersebut.
Istri saya hanya satu di antara sekian ibu hamil yang mengkhawatirkan kesehatan kandungannya ketika berada di kawasan berasap. Berdasarkan data BKKBN, jumlah ibu hamil di Sumatera Utara setiap tahunnya sejak 2011 mencapai 300 ribu lebih. Jumlah ini berdasarkan segala bentuk serta usia kehamilan.
Dokter mengatakan, kandungan asap beracun, sehingga berbahaya bagi pertumbuhan janin apabila racun bisa menembus ke dalam tubuh sang ibu. Saya bukan dokter, tetapi saya memahami bagaimana risiko 300 ribu lebih calon penduduk Sumatera Utara terkontaminasi racun asap.
Secara sederhana, racun asap yang terhirup ibu hamil akan berdampak bagi perkembangan janin. Dampak buruknya, yakni bayi menjadi pesakitan atau kematian. Dalam sebuah artikelnya di laman online, terbit bulan lalu, September 2015, dr. Syamsul Bahri Riva’I mengingatkan bahwa racun asap dapat menyebabkan kematian janin. Menurutnya, racun akan mengganggu plasenta janin apabila mampu menembus tubuh sang ibu. Kemudian sirkulasi oksigen janin juga terganggu. Selanjutnya, dampak fatal itu bisa saja terjadi bagi sang janin.
“Diantara racun yang berbahaya yang terhirup oleh kita saat ini adalah nitrosamine, tar, formaldehid, karbon monoksida, ammonia, logam, seperti cadmium, dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT), polonium radio-aktif, hidrogen sianida, dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs). Zat ini dapat menyebabkan mutasi DNA dan kematian sel (apoptosis) yang berakibat terjadinya kanker, diantaranya kanker ovarium, serviks, payudara pada wanita,” demikian paparan dr. Syamsul.
Selain risiko terburuk tersebut, bila janin telah menjadi bayi dan terkontaminasi racun asap, sangat memungkinkan sang bayi terlahir prematur atau bahkan cacat. Risiko ini jauh lebih besar ketimbang risiko fatal tadi, karena bergantung kadar racun yang masuk. Risiko juga disebabkan tingkat Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU).
Dengan demikian, 300 ribu calon bayi yang terlahir di Sumatera Utara berpotensi mengalami gangguan. Sebagian di antaranya bahkan berpotensi terserang gangguan kesehatan. Tentu dapat dibayangkan bila 10 persennya terlahir dengan kondisi tidak normal. Artinya, penduduk Sumatera Utara dengan kelainan kesehatan akan semain tinggi.
Tanpa melapaskan faktor diri sendiri, saya memahami besar faktor yang ditimbulkan akibat kebijakan pemerintah terhadap asap. Persebaran asap dari Riau hingga Sumatera Utara bukan terjadi begitu saja alias “fenomena” yang berdiri sendiri. Kebakaran, ekonomi politik, dan kekuasaan merupakan tiga aspek penting yang secara tidak langsung menyebabkan keberadaan asap. Akibatnya, masyarakat terkena imbasnya. Begitulah, saya memahami, bagaimana perkembangan janin di dalam tubuh istri saya tidak berdiri sendiri. Janin tumbuh dengan faktor-faktor lainnya.


16 Oktober 2015

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes