ARTIKEL PINTASAN

Wednesday, July 10, 2013

Ramadan Over Consumption





mall sebagai tempat perilaku konsumsi (foto: blogspot)
Ramadan Over Consumption - Tahun lalu Nielsen Indonesia menyatakan bahwa masyarakat Indonesia melakukan konsumsi yang cukup significan pada bulan Ramadan 2011. Nielsen melihat konsumsi harian pada Ramadan 2011 meningkat 10% dibandingkan konsumsi harian pada Ramadan 2010, dari Rp24,4 triliun menjadi Rp25,74 triliun.
Seakan kita tidak perlu heran lagi melihat fakta adanya kenaikan konsumsi setiap tahunnya pada bulan Ramadan. Dari Ramadan ke Ramadan setiap tahunnya masyarakat Indonesia memeperlihatkan kuantitas konsumsi yang menarik bagi produsen. Kenaikan ini dilihat dari peningkatan jumlah manusia setiap tahunnya serta adanya indikasi peningkatan daya beli masyarakat Indonesia.
Penyebaran (distribusi) daging meningkat. Produksi berbagai makanan, seperti kolak, cendol, maupun takzil lainnya, juga meningkat. Permintaan sayur-mayur justru meningkat. Permintaan bahan-bahan pangan lainnya pun meningkat.
Pasar-pasar dadakan bertambah. Market-market yang telah ada semakin ramai dikunnjungi masyarakat. Pernak-pernik di berbagai pusat perbelanjaan semakin meriah. Pola distribusi pun pada umumnya semakin meningkat akibat adanya permintaan bahan pangan.
Inilah beberapa indikasi konsumsi pada bulan Ramadan, justru semakin meningkat dibandingkan bulan-bulan biasa. Seperti pernyataan Nielsen tersebut, tiap tahunnya konsumsi bulan Ramadan mengalami peningkatan.
Pokok bulan Ramadan yang disampaikan dalam ajaran Islam ialah kesucian. Pada bulan Ramadan setan-setan dibelenggu. Umat muslim dianjurkan untuk meningkatkan ibadah, khususnya di masjid. Selain itu, mendatangi tempat-tempat yang mampu menyucikan diri, membangun relasi sebaik-baiknya dengan umat manusia, serta menyusikan hati maupun perilaku.
Bahkan, dalam suatu titah, bulan Ramadan disebutkan sebagai bulan pahala. Setiap perilaku baik nan membawa berkah akan mendapatkan pahala yang berlimpah. Umat muslim dianjurkan melakukan berbagai ritual ibadah, seperti tarawih, bersedekah, berzikir, mengaji, dan sebagainya.
Nilai-nilai ke-Islaman tadi seakan nihil bila pada faktanya kita melihat bahwa daya konsumsi masyarakat Indonesia pada bulan Ramadan justru meningkat.
//
Media-media massa sebagai corong kapitalisme berperan penting dalam hal ini. Kapitalisme membuat nilai-nilai ritualitas (keagamaan) menjadi momen penting dalam pola jual-beli, penambahan nilai (added value moment). Nilai-nilai material dikombinasikan terhadap nilai-nilai kesucian. Akibat adanya penambahan nilai seperti ini, masyarakat pun berada di dalam kubangan atau lingkaran penambahan nilai melalui penawaran-penawaran terkait momen keagamaan yang ditampilkan oleh media massa. Kapitalisme mengubah nilai-nilai yang baik menjadi nilai-nilai yang kotor. Di sini media berperan penting sebagai penyalur (agent) kepentingan value tadi.
Coba lihat media-media televisi, dengan sajian religiutas, seakan-akan peduli dengan sambutan Ramadan. Media-media televisi menyajikan drama-drama religus, iklan-iklan keagamaan, religius show, dan sebagainya. Tidak hanya media televisi saja, melainkan banyak ragam media pun menyajikan hal itu.
Tentunya, motivasi media bukanlah motivasi keagamaan murni, melainkan kebutuhan added value tadi. Dampaknya, realitas pada momen yang semestinya suci justru dipenuhi nilai-nilai material. Nilai yang berdampak pada budaya kubangan hedonisme. Pada akhirnya ialah konsumsi. Masyarakat terdorong untuk mengonsumsi. Motivasi keriuhan Ramadan bukan lagi pada keriuhan perihal kesucian dan spiritulitas keagamaan, melainkan spirit konsumsi makna. Seakan, tidak afdal bila tidak membeli banyak bukaan (takzil), tidak afdal bila tidak mengonsumsi daging saat sahur, dan sebagainya.
Oleh karena itu, marilah kita pahami apa yang kita lakukan, apa yang kita konsumsi, dan apa yang kita jalani. Berpuasa tidak mesti membeli takzil ke market, membeli daging ke store, membeli, membeli, dan membeli, yang justru menyebabkan bermawah-mewahan dalam konsumsi (over consumption). Sesungguhnya puasa itu melawan arus konsumsi nan berhasrat dan membatasi media yang menjadi agen dalam kehidupan kita.


-Agustus 2012-

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes